Archives

2024

Vol 12, No 1 (2024): JANUARI-JUNI

Fenomena adanya ketidaksetaraan daya tawar (inequality of bargaining power/unconscionability) dalam berkontrak dapat dicermati dari beberapa model kontrak terutama kontrak-kontrak konsumen dalam bentuk standar/baku yang di dalamnya memuat klausulklausul yang isinya  cenderung) berat sebelah dan tidak adil. Salah satu karakteristik dari adanya ketidakseimbangan dalam berkontrak yaitu adanya pihak yang mempunyai bargaining position kuat secara ekonomi, teknologi, dan kapasitas intelektual melakukan hubungan hukum (perikatan) terhadap
pihak yang mempunyai bargaining position lemah karena kebutuhan, terpaksa, minim pengetahuan, dan akses sehingga tidak mempunyai kemampuan daya tawar.

Namun, menciptakan kesetaraan dalam kontrak konsumen mustahil untuk dilakukan karena dalam perspektif pelindungan konsumen terdapat ketidakseimbangan posisi tawar para pihak.Hubungan  antara konsumen dan produsen adalah hubungan yang subordinat sehingga konsumen berada pada posisi lemah dalam proses pembentukan kehendak kontraktualnya sehingga terdapat ketidakseimbangan dalam hubungan hukum para pihak.

Oleh karena itu, Jurnal Privat Law Vol. 12, No. 1 (2024): JANUARI- JUNI  membahas secara teoritis dan praktis isu tersebut dengan tujuan untuk menciptakan kerangka pelindungan hukum baik di bidang hukum kontrak, hukum jaminan, hukum perbankan, hukum hak kekayaan intelektual, dan hukum perdata secara umum.


2023

Vol 11, No 2 (2023): JULI - DESEMBER

Sejumlah pelanggaran-pelanggaran hukum yang berakibat pada kerugian semakin beragam diberbagai sector, baik disektor bisnis (perbankan, Haki, korporasi, e-commerce) hingga di sector public seperti kesehatan. Perlindungan bagi nasabah/konsumen/stakeholder dalam peraturan bisnis dewasa ini adalah hal-hal yang sangat urgen. Upaya melindungi dilakukan pemerintah atau penguasa dengan sejumlah peraturan yang ada. Perlindungan hukum yang diwujudkan dalam undang-undang adalah instrumen dan penegak hukum adalah langkah untuk merealisasikan instrumen tersebut. Tujuannya  tidak lain untuk memastikan subjek hukum memperoleh setiap haknya. Sehingga dengan adanya perlindungan secara legal atau payung hukum menciptakan kenyamanan dan kedamaian kepada para pihak yang terkait. Karena perlindungan hukum adalah fungsi dari hukum itu sendiri; memberikan perlindungan.  Setiap orang berhak memperoleh perlindungan hukum. Lalu, apa yang dimaknai sebagai perlindungan hukum? Bagaimana macam-macam penerapannya di Indonesia? Serta bagaimana efektifitas pelaksanaanya?

Dalam edisi Juli-Desember 2023, Jurnal Private Law akan menghadirkan kajian tentang perlindungan hukum stakeholder di berbagai sector diantaranya disektor perbankan, hak kekayaan intelektual, korporasi, e-commerce hingga sector kesehatan. Edisi ini akan memberikan gambaran tentang konsep perlindungan hukum di Indonesia, teory, macam-macam bentuk perlindungan hukum, implementasi serta hambatannya. Diharapkan edisi ini dapat memberikan gambaran yang utuh terkait perlindungan hukum di Indonesia

Vol 11, No 1 (2023): JANUARI-JUNI

Jurnal Privat Law Volume 11 Nomor 1 2023 mengangkat tema problematika hukum bisnis dilingkup hukum perusahaan, kontrak dan hak kekayaan intelektual. Ketiga aspek tersebut seringkali menimbulkan isu yang beragam seiring dengan dinamika kehidupan masarakat. Isu kesenjangan adalah masalah umum yang muncul akibat adanya kekosongan hukum maupun tumpang tindih peraturan karena sulitnya mengimbangi perkembangan bisnis. Edisi ini menyajikan berbagai isu baru baik yang berkembang di Indonesia maupun diberbagai negara. Melalui pendekatan, undang-undang, teori dan konsep, isu tersebut kemudian dijabarkan secara sistematis dan komprehensif untuk memberikan pemahaman terkait akar permasalahan dan solusi penyelesaiannya.

Edisi kali ini merupakan isu yang berfokus pada lingkup hukum bisnis baik yang sifatnya penelitian dasar maupun terapan dan secara khusus menghadirkan topik yang tematik antara lain hak kekayaan intelektual, hukum perusahaan dan hukum kontrak . Melalui edisi kali ini, diharapkan Jurnal Privat Law dapat berperan sebagai jendela dalam pengembangan keilmuan dalam hukum keperdataan di Indonesia serta menjadi rujukan dalam penulisan dan penelitian ilmu hukum


2022

Vol 10, No 2 (2022): JULI - DESEMBER

Jurnal Privat Law Volume 10 Nomor 2 2022 mengangkat topik utama  Kepastian Hukum dan Tantangan Jaminan Perlindungan Hukum di Indonesia. Topik ini sangat relevan dengan kondisi Indonesia saat ini, dimana banyak jaminan keadilan dan perlindungan masyarakat yang belum terpenuhi. Kondisi ini tentunya menjadi salah satu tantangan di bidang hukum dan beberapa sektor lain yang saling mempengaruhi. Kepastian hukum dan pemenuhan perlindungan merupakan hak konstitusional setiap orang yang dijamin negara dalam pemenuhannya. Hukum itu sendiri dikeluarkan sebagai jaminan perlindungan bagi orang-orang yang membutuhkan kepastian hukum dan perlindungan hukum untuk melindungi dan memenuhi hak-haknya. Edisi ini terdiri dari beberapa tulisan yang memuat sejumlah pemikiran terkini tentang persoalan kepastian hukum dan jaminan perlindungan hukum saat ini, melingkup disektor keuangan digital yang diantaranya: peer to peer lending, asuransi, hak kekayaan intelektual, bPJs, pasar modal dan e-commerce. Edisi ini juga secara khusus menyajikan topik-topik tematik agar dapat dibaca secara eksplisit dan membantu berbagai penelitian terkait hukum dan perkembangannya yang dapat berperan untuk mencari keseimbangan antara kepastian hukum dan jaminan perlindungan yang dibutuhkan masyarakat dan harus dipenuhi oleh negara. Akhir kata, Dewan redaksi Jurnal Privat Law mengucapkan banyak terima kasih khususnya kepada penulis, editor, dan para pembaca. semoga Jurnal Privat Law dapat berperan sebagai jendela dalam pengembangan keilmuan dalam hukum keperdataan di Indonesia.

Vol 10, No 1 (2022): JANUARI-JUNI

Di masa pandemi, sektor ekonomi digital terbukti menjadi tulang punggung perekonomian nasional. Nilai transaksi dan valuasi dalam perdagangan melalui sistem elektronik (E-Commerce) dan teknologi finansial (Fintech) tumbuh pesat seiring dengan kebutuhan dan life style masyarakat Indonesia. Namun, isu-isu hukum terkait perlindungan hukum konsumen, maraknya pelanggaran hak kekayaan intelektual, lemahnya pengawasan otoritas terkait, dan kebutuhan akan alternatif penyelesaian sengketa di sektor ekonomi digital terus mencuat.

Jurnal Privat Law Vol.10 No.1 2022 secara khusus mengangkat isu-isu hukum yang terjadi di sektor ekonomi digital, beberapa diantaranya yaitu: Problematika Perlindungan Hukum Bagi Pencipta/Pemegang Cipta Hak Cipta Sinematografi Terhadap Monetisasi Derivative Works Berdasarkan Fair Use Doctrine, Perlindungan Konsumen Bagi Pemberi Pinjaman Fintech Peer To Peer Lending,   Menggugat Peran Otoritas Jasa Keuangan Dalam Perlindungan Data Nasabah Konsumen Jasa Keuangan, dan Urgensi Penerapan Online Dispute Resolution Terhadap Penyelesaian Sengketa Perdagangan Elektronik Ditinjau Dari Teori Economic Analysist Of Law. Selain terkait ekonomi digital, dalam edisi ini juga terdapat beberapa artikel lain terkait hukum keperdataan  yang dapat menjadi bahan kajian dan referensi untuk penelitian-penelitian selanjutnya.

Dewan redaksi Jurnal Privat Law mengucapkan banyak terimakasih khususnya kepada penulis, editor, dan para pembaca. Semoga Privat Law dapat berperan sebagai “jendela” dalam pengembangan keilmuan dalam hukum keperdataan di Indonesia.


2021

Vol 9, No 2 (2021): JULI-DESEMBER

KATA PENGANTAR
Opsi Terbaik Penyelesaian Utang Garuda Indonesia Maskapai plat merah, Garuda Indonesia (selanjutnya GIAA), sedang menghadapi berbagai persoalan hukum. Upaya-upaya penyelamatan seperti suntikan ekuitas dari pemerintah, mendirikan maskapai nasional baru, likuiditas, dan melepas kepemilikan kepada swasta sampai pada pilihan Pailit dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Tidak dipikirkan sebelumnya, maskapai kebanggaan yang masuk kategori The World’s 5-Star Airlines dari Skytrax itu terlilit persoalan keuangan dan tumpukan utang. Kita dapat mengambil contoh denda senilai 19 juta dollar Australia yang harus dibayarkan kepada Australia Compettition and Consumer Commision (ACCC) dalam kasus price fixing fuel surcharge kargo. Berdasarkan perjanjian perdamaian antara Garuda Indonesia dan ACCC yang disahkan Pengadilan Federal New South Wales, pembyaran denda dilakukan secara cicilan selama 5 tahun yang bahkan baru akan dimulai dibayarkan pada Desember 2021 mendatang (Baca: court order No. (P) NSD955/2009).  Persoalan ini semakin menarik jika (GIAA) jika dinyatakan pailit, kita dapat perhatikan dari Putusan No. 06/KPPU-L/2020 dimana GIAA dijatuhkan denda senilai Rp1Miliar atas dugaan kasus diskriminasi pemilihan mitra penjualan tiket umroh menuju dan dari Jeddah dan Madinah. Apakah denda akan dikonversi menjadi utang dan ACCC masuk dalam jajaran kreditur? Atau apakah akan dinilai sebagi warisan utang negara mengingat BUMN juga tetap saja merupakan bagian dari kekayaan negara dipisahkan? Mengutip dari Reuters pada Juni 2021, GIAA akan berupaya penangguhan utang kepada kreditur dan lessor melalui ‘standstill agreement’ untuk menghindari terjadinya pailit. Beberapa pesawat juga akan dikembalikan kepada lessor (Baca: Bernadette C; https://www.reuters.com/business/aerospace-defense/ garuda-indonesia-weighs-court-led-debt-restructuring-shrink-fleet-2021-06-21/, diakses pada 26 September 2021). Catatan per 21 Juni 2021, Wakil Dirut Garuda, menyebut maskapai saat ini hanya menerbangkan 41 dari 142 armadanya. Selain itu juga GIAA telah dimohonkan PKPU oleh salah satu krediturnya, My Indo Airlines, dalam perkara dengan No. Register 289/Pdt.Sus/PKPU/2021/PN. Niaga Jakarta Pusat. Permohonan PKPU itu diajukan karena adanya kewajiban perusahaan kepada MYIA yang belum dapat diselesaikan. Potensi Kegagalan GIAA dalam membayar utang-utang  tentu melahirkan kekhawatiran bagi para kreditur sehingga ada kreditur yang mengajukan permohonan pailit di Australia, memohonkan PKPU dan mengupayakan restrukturisasi demi memperoleh kejelasan atas pembyaran piutang-piutangnya kepada GIAA. Apabila kita kaji, proses penagihan utang juga dapat ditempuh melalui jalur perdata, tapi pertanyaan selanjutnya upaya penagihan terbaik apa yang dapat dilakukan oleh kreditur untuk mendapatkan kembali piutangnya atau hak jaminan atas asset debitur? Manakah diantara pilihan gugatan perdata, PKPU, atau Kepailitan yang  menjadi upaya terbaik untuk ditempuh? Tahun 2020 Mahkamah Agung menerbitkan SKMA No. 3/KMA/SK/i/2020 yang melarang kreditur sparatis untuk mengajukan PKPU, tapi selanjutnya larangan itu dicabut melalui SKMA No. 109/KMA/SK/IV/2020 karena melahirkan polemic akibat pertentangan larangan separatis ajukan PKPU dengan Pasal 222 UU No. 37/2004 tentang Kepailitan dan PKPU (UU KPKPU). Pasal tersebut tegas memberikan hak kepada debitur dan kreditur tanpa membedakan jenis kreditur untuk mengajukan PKPU. Salah satu pilihan terbaik adalah hak kreditur ajukan PKPU sebagai upaya menagih utang bagi kreditur-kreditur perbankan yang sulit dalam menagih utangnya karena kreditur justru akan mengalami kerugian bila debitur dinyatakan pailit sehingga nilai asset debitur pasca pailit akan sangat jatuh. Pilihan gugatan perdata dalam penagihan utang juga tidak sebaik PKPU karena hanya akan memerumit masalah karena proses yang begitu panjang dan tidak berkepastian. Di Indonesia, Gugatan perdata dalam praktik harus melalui 5 tingkat penyelesaian: tingkat pertama, banding, kasasi, peninjauan kembali dan ada lagi tingkat terakhir yaitu tahapan eksekusi. Pada tingkat eksekusi putusan pun harus ada aanmaaning.

Editor

Vol 9, No 1 (2021): Januari-Juni

KATA PENGANTAR

Pandemi Covid 19 yang masuk ke Indonesia sejak Maret 2020 telah memaksa kita untuk melakukan pembiasaan baru 3 M bahkan 5 M menjadi pembiasaan baru dalam interrelasi pergaulan sosial kita. Di dalam dunia akademik juga harus melakukan pembiasaan-pembiasaan baru guna tetap memastikan target pembelajaran, penelitiand an pengabdian kepada masyarakat tetap terpenuhi. Sampai saat ini, para ahli epidemologi meyakini bahwa pandemi Covid 19 akan memebersamai kita untuk waktu setidaknya, dua atau tiga tahun kedepan.
Respon hukum selalu berada dibelakang perubahan sosial, termasuk dalam Hukum Ekonomi, namun demikian respon hukum menghendaki kondisi yang seimbang dan memberi kemanfaatan, yang dijamin dengan kepastian hukum. Berbagai peristiwa dalam revolusi industri 4.0 dan society 5.0 menunjukkan gejala sosial yang berubah. Perubahan ekonomi yang begitu cepat dalam fase ini ditunjukkan denga pemanfaat teknologi digital. Alat pembayaran sebagai contoh, jika pada masa-masa lalu kita sering mendengar “ bayarlah dengan uang pas”, maka  kondisi tersebut sudah jarang kita temui, uang digital dalam banyak tempat telah menggantikan uang fisik/kartal. Namun demikian, kehadiranya bukan sama sekali tanpa resiko, oleh karena itu bagaimana resiko hukum dan perlindungan hukum bagi para pihakdalm penggunaan uang digital akan dibahas dalam edisi kali ini.
Selain itu, digitalisasi juga telah masuk ke berbagai aspek, salah satunya adalah dalam lembaga keuangan. Sistem peminjaman uang telah banyak menggunakan kecepatan teknologi melalui Financial Technology. Pemanfaatan
tekonolgi jelas memberikan  banyak manfaat, berupa kemudahan, batas ruang yang dapat ditembus, kecepatan transaksi dan lain sebagainya. Namun demikian dengan barbagai manfaat tersebut bukan berarti tidak akan menghadirkan resiko.Kemudaha yang diberikan teknologi dalam banyak hal juga dapat dimanfaatkan berbagai pihak yang memiliki itikad tidak baik yang terbukti dengan adanya banyak sekali lembaga Financial Technology ilegal yang memanfaatkan teknologi untuk melakukan penipuan kepada masyarakat. Bagaimana respon hukum dalam memebrika perlindungan terhadap pengguna Financial Technology yang legal maupun ilegal, dalam edisi kali ini juga akan dibahas.Berbagai sajian artikel lengkap di bidang lain juga hadir dalam edisi kali ini, antara lain mengenai hukum perkawinan, waris, kontrak dagang dan hak cipta. Materi-materi seputar Hukum pedata yang hadir akan sayang kalau dilewatkan untuk dibaca. Meskipun kondisi pandemi, tetapi imun dan ilmu kita tetap harus diasah, Private Law hadir untuk memberikan referensi keilmuan di bidang perdata.
Selamat membaca.


2020

Vol 8, No 2 (2020): JULI-DESEMBER

Editorial
Interaksi manusia dalam hidup bermasyarakat untuk memenuhi kepentingannya, tidak lepas dari kontrak atau perjanjian. Pada hakekatnya maksud kontrak adalah untuk melindungi kepentingan manusia guna mengatur hak dan kewajiban masing-masing pihak. Implementasi kontrak terkait erat dengan itikad baik para pihak, yang dalam beberapa hal sering dipertanyakan bagaimana itikad baik ketika kontrak tersebut dilaksanakan. Praktek kontrak dewasa ini makin kompleks. para pihak yang melakukan perjanjian, terlebih dalam kontrak bisnis berskala besar, lazim melakukan dengan didahului MOU (Memorandum of Understanding) berupa negosiasi prakontrak atau kontrak pendahuluan (Preliminary Contract). Negosiasi prakontrak pada prinsipnya bertujuan menjajaki berbagai kemungkinan atas rencana diadakannya perjanjian di antara para pihak. Dalam tahap ini sering muncul berbagai janji satu pihak kepada pihak lain dengan harapan setuju untuk diadakan perjanjian sebagai tindak lanjut negosiasi. Pihak lain menaruh harapan atas janji tersebut yang ditandai dengan kesediaan melakukan beberapa tindakan hukum (Rechtshandeling), misalnya menyerahkan uang atau barang sebagai tanda jadi. Problematika terjadi ketika salah satu pihak yang menaruh kepercayaan dan telah menyerahkan uang sebagai persyaratan dalam melakukan perjanjian kemudian ternyata tidak memperoleh hak-hak yang diharapkan pada saat negosiasi.Apakah pihak yang dirugikan dapat meminta ganti rugi terhadap pihak yang mengingkari, sementara di antara mereka belum ada kontrak yang ditandatanganinya.Permasalahan di atas menjadi kajian pada nomor ini disamping mengkaji tentang transaksi bisnis lainya, masalah jaminan, perusahaan dan masalah hukum keluarga.

Surakarta, Oktober 2020
Maneger Editor

Vol 8, No 1 (2020): JANUARI - JUNI

KATA PENGANTAR
Saat ini bermunculan perusahaan dengan Badan Hukum Indonesia ataupun badan hukum asing yang memberikan fasilitas layanan aplikasi dan atau konten berbasis internet. Hal tersebut adalah salah satu faktor pemicu munculnya era ekonomi digital. Salah satu sektor usaha perusahaan tersebut, bidang usaha adalah perusahaan virtual dalam ranah komunikasi dan informasi yang dapat diakses di Indonesia, yang relatif mempunyai dampak yang signifikan terhadap perekonomian negara. Pada bisnis telekomonikasi di Indonesia saat ini berkembang dengan cepat berbagai penyedia layanan aplikasi dan atau konten melalui internet. Disadari atau tidak, berbagai tansaksi diatas menimbulkan dampak dan implikasi pada hukum, apalagi jika muncul sengketa diantara para pelaku bisnis.
Disinilah hukum harus menyesuaikan dengan perkembangan jaman, muncul dengan paradigma  baru “Hukum Bisnis Era Digital”. Menurut surat Edaran Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 3 Tahun 2016 tentang Penyediaan Layanan Aplikasi dan atau Konten melalui Internet, definisi penyedia layanan aplikasi dan atau konten melalui internet, yaitu; Pertama; Layanan aplikasi melalui internet adalah pemanfaatan jasa telekomunikasi melalui jaringan telekomunikasi berbasis protokol internet yang memungkinkan terjadinya layanan komunikasi dalam bentuk pesan singkat (SMS), panggilan suara, panggilan video, dan daring percakapan (chatting), transaksi inansial dan komusial, penyimpanan dan pengambilan data, permainan (game), jejaring dan media sosial. Kedua; Layanan konten melalui internet adalah penyediaan semua bentuk informasi digital yang terdiri atas tulisan, suara, gambar,  animasi, musik, video, film, permainan (game) atau kombinasi dari sebagian dan atau semuanya,  termasuk dalam bentuk yang dialirkan (streaming) atau diunduh (download) dengan memanfaatkan jasa telekomunikasi melalui jaringan telekomunikasi berbasis protokol internet.
Berdasarkan perkembangan didunia maya tersebut, maka artikel atau tulisan yang terbit pada  nomor ini dan nomor-nomor selanjutnya banyak didominasi kajian yang berbasis internet atau online tersebut. Kajian tersebut antara lain jual beli online, sengketa E-Commerce, Peer to peer lending dan sebagainya.


Manajer Editor


2019

Vol 7, No 2 (2019): JULI - DESEMBER

KATA PENGANTAR

Peningkatan dan perkembangan interaksi antar manusia didalam masyarakat baik dari segi kualitas maupun kuantitas berjalan seiring dengan perkembangan kebutuhan manusia dalam kehidupan modern yang semakin kompleks. Upaya pemenuhan kebutuhan manusia itu hanya dapat diwujudkan melalui berbagai interaksi antar manusia yang bersifat multidimensional, antar pengguna dan pemasok atau penyedia kebutuhan, antara pemasok atau penyedia kebutuhan dan industri dalam berbagai skala, antara industri penyedia barang atau jasa dengan pihak pengembang dan penghasil teknologi baik dibidang industri maupun komunikasi dan informasi, bahkan interaksi antar manusia dikaitkan dengan upaya mempertahankan kelestarian dan daya dukung lingkungan hidupnya. Perkembangan interaksi antar manusia semacam itu,ditandai atau tidak, telah memaparkan berbagai jejaring (networks) didalam masyarakat (Bayu Seto,2003:1). Upaya pemenuhan kebutuhan manusia diwujudkan didalam berbagai jejaring kemasyarakatan untuk sebagian besar dilaksanakan melalui kegiatan-kegiatan pertukaran barang dan jasa, baik untuk kepentingan komersian maupun personal. Kegiatan-kegiatan pertukaran itu diwujudkan melalui pelaksanaan kewajiban-kewajiban yang diterbitkan secara sukarela berdasarkan janji-janji yang mengikat para pihak para pelakunya, dan yang karena itu perlu dibedakan dari perikatan yang timbul karena peristiwa-peristiwa dimana unsur kesukarelaan dapat dianggap tidak relevan, dan atau setidaknya, kewajiban-kewajiban yang terbit lebih merupakan perintah hukum dan undang-undang (Richad Stone, 2011-2). Perikatan yang dilahirkan dari kesukarelaan para pihak, biasa dikenal dengan perjanjian atau kontrak, akhir-akhir ini menjadi diskursus yang ramai terkait kontrak yang salah satu pihaknya adalah pemerintah. Setidaknya ada dua faktor yang menjadi pertimbangan dalam kontrak yang salah satu pihaknya adalah pemerintah, yang dikenal dengan kontrak publik, pertama untuk memberikan perlindungan terhadap aset negara atau daerah, dan kedua untuk memberikan perlindungan terhadap pejabat yang mewakili negara/daerah. Jenis-jenis kontrak yang baru inilah yang sangat ditunggu oleh dewan redaksi untuk dianalisis dan dipublikasikan edisi mendatang.

Surakarta, Agustus 2019
Manajer Editor

Vol 7, No 1 (2019): JANUARI-JUNI

KATA PENGANTAR
Jurnal Privat Law Vol. VII No 1 Januari - Juni 2019   ... iii
Dalam menjalani kehidupannya,manusia tidak lepas dari keluarga dan atau perkawinan. Peraturan
yang mengatur tentang perkawinan yang sampai saat ini masih berlaku walaupun mengandung banyak
kontroversi adalah UU No.1 tahun 1974. Undang-Undang tentang Perkawinan itu mengandung ber-
bagai masalah, tentang keabsahan perkawinan, poligami, perkawinan beda agama walaupun terasa
klasik masih saja selalu menarik untuk dikupas. Guna mempertahankan hubungan suami istri dalam
suatu perkawinan maka tentu diperlukan adanya harta kekayaan.
Dalam edisi ini dibahas tentang merek, persaingan usaha persengkokolan, kepailitan, kartel dan
sebagainya.  Pembahasan  berbagai  macam  kegiatan  tersebut  tidak  terlepas  dari  adanya  hubungan
hukum, berupa kontrak. Kontrak terbagi dalam beberapa fase, pra kontrak, pas kontrak, dan pasca kon-
trak. Termasuk dalam penulisan di edisi ini adalah perbandingan kekuatan mengikat pra kontrak dalam
hukum kontrak Indonesia dengan hukum di Eropa.
Dalam upaya pengembangan usaha sebuah badan hukum dapat melakukan merger, akuisisi atau-
pun konsiliasi bahkan ada pula perusahaan yang berani melakukan penggabungan yang berpotensi me-
ngarah kepada kartel. Hal yang terakhir ini bisa melanggar Undang-Undang Anti Monopoli, di sisi lain
jika suatu perusahaan tidak berkembang, stagnan, bahkan dapat mengalami bangkrut atau pailit. Topik
ini juga dibahas dalam salah satu artikel yang terbit dalam edisi kali ini. Last but not least dianalisis pula
hubungan dokter dengan pasien khususnya pasien gawat darurat. Informed Consent merupakan hal
yang wajib sebelum dokter melakukan tindakan medis terhadap pasien. Dengan tidak adanya informed
consent maka tidak terjadi perikatan sebelum penanganan medis. Dengan tidak adanya informed con-
sent maka perlindungan hukum terhadap dokter dan pasien sangatlah minim dan tidak terdapat perikat-
an antara pasien dan dokter. Akibat hukum yang timbul dengan tidak adanya informed consent ternyata
tidak menimbulkan hilangnya kewajiban dokter memberikan suatu prestasi kepada pasien.
       
Surakarta, April 2019
Manager Editor


2018

Vol 6, No 2 (2018): JULI-DESEMBER

KATA PENGANTAR
Segala puji syukur ke hadirat Allah Yang Maha Kuasa, PRIVATE LAW Volume 6 nomor 2 kembali menyapa  pembaca  sesuai  jadwal.  Pada  edisi  ini  seluruh  artikel  akan  sayang  untuk  dilewatkan
dibaca dan ditelaah, karena begitu menarik dan berisi. Dalam lapangan hukum keluarga terdapat pembahasan mengenai warisan, anak dan poligami yang didahului dengan nikah sirri. Warisan seolah menjadi isu hukum yang tidak pernah berakhir, karena adanya sengketa di antara para ahli waris, sehingga banyak putusan di pengadilan yang dapat dijadikan obyek kajian. Sedangkan
perkara poligami dan nikah sirri adalah dua persoalan yang cukup kontroversial secara sosial dan memiliki titik singgung hukum, keduanya isu kontroversial tersebut bertemu dalam satu bahasan,
yakni ketika poligami didahului dengan pernikahan sirri.Model  penyeleseaian  sengketa  bisnis  juga  termasuk  di  dalam  pembahasan  jurnal  edisi iin. Arbitrase  sebagai  model  resolusi  sengketa  bisnis  berkembang  mengikuti  dinamika  bisnis. Sebagaimana  kita  mafhum  bahwa  arbitrase  adalah  lembaga  quasiperadilan  yang  diberikan kewenangan untuk menyelesaikan sengketa bisnisi, bahkan di dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Jasa Konstruksi Arbitrase dijadikan role model dalam penyelesaian sengketa jasa kontruksi di Indonesia. Hal tersebut menjadi menarik mengingat eksistensi pegadilan masih dianggap sebagai lembaga yang bukan sekedar sahih tetepi menjadi pilihan dominan oleh para pelaku bisinis dalam menyelesaikan sengketanya. Pilihan menggunakan arbitrase sebagai resolusi sengketa belum menjadi prioritas, bahkan dalam beberapa kasus konflik kewenangan antara arbitrase
dan pengadilan masih terjadi.Perkembangan mengenai praktik kontrak dan isu hukum yang ada juga mendapatkan bahasan porsi  yang  cukup  banyak  dibahas,  selain  isu-isu  lain  dalam  lapangan  hukum  keperdataan  dan bisnis.  Semoga  kehadiran  PRIVATE  LAW  dapat  membangkitkan  gairah  akademiki  kita,  karena banyak tulisan cerdas dan bermutu dalam lapangan HUKUM KEPERDATAAN dan BISNIS yang
patut disimak. Terima kasih.
     
Redaksi

Vol 6, No 1 (2018): JANUARI-JUNI

     Indonesia adalah Negara Hukum oleh karenanya di dalam dunia hukum, setiap perkataan atau perbuatan orang (person) berarti menjadi pendukung hak dan kewajiban yang juga disebut subjek hukum, idak hanya orang (person) yang dapat sebut subjek hukum, termasuk didalamnya adalah badan hukum  (recht person). Dengan demikian boleh dikatakan bahwa setiap manusia baik warga Negara maupun orang asing adalah pembawa hak yang mempunyai hak dan kewajiban untuk melakukan perjanjian dengan pihak lain. Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan (Suharnoko,2004 : 117).

     Istilah Akad atau kontrak berasal dari bahasa Arab yang berarti ikatan atau simpulan baik ikatan yang nampak (hissy) maupun tidak nampak (ma’nawi). Sedangkan akad dan kontrak adalah suatu kesepakatan atau komitmen bersama baik lisan,isyarat,maupun tulisan antara dua belah pihak atau lebih yang memiliki implikasi hukum yang mengikat untuk melaksanakannya (Munir al Ba’labakyy,1990 : 770).Istilah perjanjian diberbagai teratur disebut juga dengan kontrak, sehingga menurut hukum kontrak.

     Hukum kontrak merupakan terjemahan dari bahasa inggris, yaitu contract of law, sedangkan dalam bahasa Belanda disebut dengan overeenscomsrecht. Lebih lengkap lagi Salim H.S. mengertikan hukum kontrak sebagai “keseluruhan dari kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum” (Salim H.S.,2006 : 3).

     Hukum kontrak dimaksudkan sebagai hukum yang mengatur tentang perjanjian-perjanjian dalam dunia bisnis semata dengan kewajiban prestasi dilakukan oleh salah satu pihak tidak dapat disebut kontrak, misalnya hibah ataupun warisan,tidak dapat disebut kontrak hibah atau kontrak warisan ( Sukirman, 2009 ; 8).

     Hukum kontrak di Indonesia pada kenyataanya sangat beragam karena adanya perbedaan sistem hukum. Kalaupun ada persamaan, hanya terkait dengan prinsip-prinsip umum yang belum dapat diaplikasikan secara nyata sebagai pedoman dalam pembentukan kontrak internasional yang lingkup objeknya begitu luas,sedangkan aturan-aturan yang sifatnya substantif berbeda di masing-masing negara. Kondisi seperti ini tentunya tidak kondusif bagi aktivitas dunia bisnis internasional. Bertekat dari hal tersebut maka hukum, khususnya hukum kontrak hendaknya melahirkan teori-teori baru yang bisa menyelaraskan dengan kemajuan teknologi, apalagi dalam kontrak bisnis internasional.


2017

Vol 5, No 2 (2017): JULI-DESEMBER

Kami mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT,  atas tersusunnya Jurnal Privat Law Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penyusunan beberapa artikel ini dilandasi dengan memberikan pengetahuan dan pemahaman Hukum Keperdataan kepada masyarakat Indonesia terkait dengan perkembangan hukum bisnis, hukum perusahaan, hukum perbankan, hukum asuransi, hukum ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik), hukum arbitrase dan membangun budaya sadar hukum, kajian terhadap berbagai dinamika peraturan perundang-undangannya.

Tersusunnya Jurnal Privat Law ini, semoga dapat memberikan manfaat dan memperluas wawasan hukum perdata. Demi peningkatan kualitas Jurnal Privat Law Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta, kritik dan saran yang konstruktif sangat kami harapkan sebagai upaya perbaikan dan pembaharuan.

Ucapan terima kasih kami sampaikan pada seluruh civitas akademika Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah berkenan memberikan bantuan dalam penerbitan naskah Jurnal Privat Law ini. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada segenap jajaran Redaksi dan Pengurus Jurnal Privat Law atas dedikasi dan kerjasamanya dalam upaya mewujudkan penerbitan Jurnal Privat Law edisi ini.

Vol 5, No 1 (2017): JANUARI-JUNI

Kami mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT. atas tersusunnya Jurnal Privat Law Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penyusunan beberapa artikel ini dilandasi dengan memberikan pengetahuan dan pemahaman Hukum Keperdataan kepada masyarakat Indonesia terkait dengan perkembangan hukum bisnis, hukum perusahaan, hukum perbankan, hukum penerbangan dan membangun budaya sadar hukum, kajian terhadap berbagai dinamika peraturan perundang-undangannya.

Dalam tersusunnya Jurnal Privat Law ini, semoga dapat memberikan manfaat dan memperluas wawasan hukum perdata. Demi peningkatan kualitas Jurnal Privat Law Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta, kritik dan saran yang konstruktif sangat kami harapkan sebagai upaya perbaikan dan pembaharuan.

Ucapan terima kasih kami sampaikan pada seluruh civitas akademika Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah berkenan memeberikan bantuan support dalam penerbitkan naskah Jurnal Privat Law ini. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada segenap jajaran Redaksi dan Pengurus Jurnal Privat Law atas dedikasi dan kerjasamanya dalam upaya mewujudkan penerbitan Jurnal Privat Law edisi ini.