PEMBAHARUAN SANKSI PIDANA BERDASARKAN FALSAFAH PANCASILA DALAM SISTEM HUKUM PIDANA DIINDONESIA
Abstract
Abstract
Since Indonesia’s Law Number 1 of 1946 concerning Criminal Law (hereinafter referred to as the Criminal Code) applied, criminal law reformed to continue till now, both the modernity of the criminal law material, formally criminal law, and criminal law enforcement. The third part of the criminal law is part of the criminal law integratted to criminal law reform which must be involved to all three parts so they can be implemented. To achieve the objective of sentencing, Bill Criminal Code of 2012 also formulated a modernity of criminal code. types consist of three types. First, the principal of the criminal consisting of imprisonment, criminal cover, criminal surveillance, criminal fines, and criminal social work. Second, the criminal subject of a special nature, namely the death penalty. Third, the additional penalty which consists of the removal of certain rights, deprivation of certain goods and / or bill, the judge's verdict, payment of compensation, and the fulfillment of obligations of local customs or obligations under the laws of living in society. A appropriate theory and the theory improvement prevention of criminal penalties is an approach based on instrumental perspective. The punishment had been seen as an instrument to achieve certain objectives that lies beyond the punishment itself, namely the improvement of the perpetrator or the people protection. The nature and modalities of punishment must be tailored to the objectives which would be achieved. Thus, the imposition of punishment has no meaning in itself, but deriving their value from something else, namely from those objectives. The implication is that if the penalty is only seen as a means, basically can be replaced by other means which may be more efficient.
Abstrak
Sejak Undang-Undang nomor 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana (selanjutnya disebut KUHP) berlaku, pembaharuan hukum pidana terus berlangsung hingga saat ini, baik pembaharuan terhadap hukum pidana material, hukum pidana formal, maupun hukum pelaksanaan pidana. Ketiga bagian hukum pidana tersebut merupakan bagian dari hukum pidana yang terintegral sehingga pembaharuan hukum pidana harus melibatkan ketiga bagian tersebut agar dapat dilaksanakan. Untuk mencapai tujuan pemidanaan, RUU KUHP Tahun 2012 juga merumuskan pembaharuan jenis pidana. Pembaharuan tersebut terdiri atas tiga jenis. Pertama, pidana pokok yang terdiri atas pidana penjara, pidana tutupan, pidana pengawasan, pidana denda, dan pidana kerja sosial. Kedua, pidana pokok yang bersifat khusus, yaitu pidana mati. Ketiga, pidana tambahan yang terdiri atas pencabutan hak tertentu, perampasan barang tertentu dan/atau tagihan, pengumuman putusan hakim, pembayaran ganti kerugian, dan pemenuhan kewajiban adat setempat atau kewajiban menurut hukum yang hidup dalam masyarakat. Pendekatan teori perbaikan dan teori prevensi tentang hukuman pidana adalah pendekatan berdasarkan perspektif instrumentalistik. Hukuman dipandang sebagai instrumen untuk mencapai tujuan tertentu yang terletak di luar hukuman itu sendiri, yakni perbaikan pelaku atau perlindungan masyarakat. Sifat dan modalitas dari hukuman harus disesuaikan pada tujuan yang mau dicapai. Jadi, Penjatuhan hukuman tidak memiliki makna dalam dirinya sendiri, tetapi memperoleh nilainya dari sesuatu yang lain, yakni dari tujuan itu. Implikasinya adalah jika hukuman hanya dipandang sebagai sarana, pada dasarnya dapat diganti dengan sarana-sarana lain yang mungkin lebih efisien. Teori hukuman instrumentalistik mengimplikasikan penghapusan hukuman.
Keywords
Full Text:
PDFRefbacks
- There are currently no refbacks.