NILAI TUKAR PETANI KOMODITAS PERKEBUNAN

Chairul Muslim

Abstract


Abstract : One indicator / measuring tool that

can be used to assess farmers' welfare
is Farmers Exchange Rate. This paper is part of the research result of PATANAS
(Panel Petani Nasional) conducted by Indonesian Center for Agriculture Socio
Economic and Policy Analysis in Fiscal Year 2009-2012. More detail the purpose of
writing this paper is to analyze Farmers Farmer's Exchange Rate (palm, cocoa,
rubber and sugar cane) in Patanas villages. Primary data sources are farming efforts
resulting from Patanas studies in 2008 and 2012 in four provinces, namely Jambi
Province (representing rubber and palm oil), East Java (sugarcane), West Kalimantan
(rubber and palm oil), and South Sulawesi (representing cocoa commodities).
Secondary data obtained from local government related agencies. The result shows
that rubber NTP period of 2009-2012 shows positive that the price received is bigger
than the price paid, it shows that farmers are able to cover all cost components. NTP
cocoa there is a decline in the exchange rate of income of 57.08%. This decline in
exchange rates in line with the decline in the increase in the exchange rate of farm
income. Thus the exchange rate of cocoa farmers (NTP <100) means that the
purchasing power of farmers is relatively low, because the received is lower than the
price paid. NTP palms and sugar cane show a positive phenomenon (NTP> 100) of
farm income can cover production costs so that the price received is greater than the
price paid, indicating better welfare of household life. Of course, the role of the
government to participate in increasing the income of farmers through the assistance
of subsidized agricultural input, provision of infrastructure; as well as policies for
controlling household consumption expenditures (such as the provision of raskin subsidized education, health subsidies, etc.) are highly relevant in improving the
welfare of farmers.

 

Abstrak : Salah satu indikator/alat ukur yang dapat digunakan untuk menilai tingkat
kesejahteraan petani adalah Nilai Tukar Petani. Tulisan ini merupakan bagian hasil
penelitian PATANAS ( Panel Petani Nasional ) yang dilaksanakan oleh Pusat Analisis
Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian pada Tahun Anggaran 2009–2012. Lebih
detail tujuan penulisan makalah ini adalah menganalisis Nilai Tukar Petani Kebun
(sawit,kakao, karet dan tebu) di desa-desa Patanas. Sumber data primer adalah usaha
tani yang dihasilkan dari studi Patanas tahun 2008 dan 2012 di empat propinsi, yaitu
Provinsi Jambi, (mewakili komoditas karet dan sawit), Jawa Timur (tebu), Kalimantan
Barat (komoditas karet dan sawit), dan Sulawesi Selatan (mewakili komoditas kakao).
Data sekunder didapat dari instansi terkait pemerintah daerah. Hasil menunjukkan
bahwa NTP karet  periode 2009-2012 menunjuukan positif artinya harga yang
diterima lebih besar dari pada harga yang dibayarkan, hal ini menunjukkan bahwa
petani mampu untuk menutupi seluruh komponen biaya. NTP kakao terjadi penurunan
nilai tukar pendapatan sebesar 57,08 persen Penurunan nilai tukar ini sejalan dengan
penurunan peningkatan nilai tukar pendapatan usahatani. Dengan demikian nilai tukar petani kakao ( NTP<100) artinya kemampuan daya beli petani relative rendah, karena
yang diterima lebih rendah disbanding harga yang dibayarkan. NTP sawit dan tebu
menunjukkan gejala yang posif ( NTP>100) dari pendapatan usahatani dapat menutupi
biaya produksi sehingga harga yang diterima lebih besar disbanding harga yang
dibayar, menunjukkan kesejahteraan hidup rumahtangga yang lebih baik. Tentunya
peran pemerintah turut serta untuk peningkatan pendapatan petani melalui bantuan
subidi saprodi, penyediaan infrastruktur; serta kebijakan untuk pengendalian
pengeluaran konsumsi rumahtangga (seperti pemberian raskin, subsidi pendidikan,
subsidi kesehatan, dan lainnya) dinilai sangat relevan dalam perbaikan kesejahteraan
petani.



Keywords


NTP; kakao; sawit; karet; tebu

Full Text:

PDF


DOI: https://doi.org/10.20961/sepa.v13i2.21022

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


 

Creative Commons License