Kajian Konsepsi Polisi Sebagai Penyidik Tunggal Versus Polisi Sebagai Penyidik Umum Dalam Perspektif Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana
Abstract
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui reformulasi polisi sebagai penyidik tunggal melawan polisi sebagai penyidik umum dalam kewenangan penyidikan dalam perspektif Undang- undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana dan Undang-undang Organik di Indonesia
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang bersifat perskriptif, untuk menemukan kebenaran mengenai reformulasi kewenangan penyidikan dalam perspektif Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana dan Undang-undang Organik di Indonesia. Jenis data yang digunakan yaitu data sekunder. Sumber data sekunder yang digunakan mencakup bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi kepustakaan atau studi dokumen. Teknik analisis data yang dilaksanakan menggunakan logika deduktif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dihasilkan simpulan, bahwa Ketentuan dalam Penyidikan sementara ini diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHP) terdapat ketentuan yang mengatur secara rigit yang mengatur mengenai Penyidikan, Penuntutan dan Pemeriksaan di Sidang Pengadilan dengan singkat seakan-akan penyelesaian perkara pidana itu dapat dikatakan meliputi Penyelidikan dan Penyidikan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia, Penuntutan dan Pelaksanaan Putusan Hakim oleh Kejaksaan Negeri serta Peradilan perkara oleh Hakim. Formulasi di dalam KUHAP menunjukan bahwa Polri sebagai Penyidik Tunggal dan tidak ada Penyidik lainnya selain Polri itu sendiri. Dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, ketentuan Undang-Undang KomisiPemberantasanKorupsi yang diatur dalam Pasal 38 ayat (1) dan ayat (2) Meski tidak satupun pasal dalam KUHAP yang menyebutkan bahwa Polri merupakan Penyidik Tunggal, namun selama ini konsepsi parsialitas kewenangan penyelidikan dan penyidikan pada Polri, kewenangan Penuntutan pada penuntut umum dan kewenangan mengadili pada hakim, lebih menonjol jika dibanding konsepsi integritas penegakan hukum. KUHAP memerlukan reformulasi pengaturan agar kewenangan penyelidikan dan penyidikan tidak tumpang tindih dan menyisakan celah hukum.
Kata kunci :Reformulasi, Penyidikan,Undang-undang Organik
Full Text:
XMLReferences
Wisnubroto, Al. 2006. Pembaharuan Hukum Acara Pidana. Bandung : PT. Citra Adutya Bakti.
Prakoso, Djoko. 1987. Polri Sebagai Penyidik dalam Penegakan Hukum. Jakarta: PT.Bina Aksara
Harahap, Yahya. 2000. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Edisi Kedua. Jakarta : Sinar Grafika
Bawengan, G.W. 1989. Penyidikan Perkara Pidana dan Teknik Interogasi. Jakarta: Pradnya Paramita.
Hamzah, Adi. 2002. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta : Sinar Grafika
M Husein, Harun.1991. Penyidikan Dan Penuntutan Dalam Proses Pidana. Jakarta : PT Rineka Cipta
Ibrahim, Johny. 2008. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif (Edisi Revisi). Malang : Bayumedia Publishing.
Karjadi, M. dan R. Soesilo. 1988. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dengan Penjelasan Resmi dan Komentar (serta Peraturan Pemerintah R.I. No. 27 tahun 1983 tentang pelaksanaannya). Bogor: Politeia.
Marzuki, Peter Mahmud. 2005. Penelitian Hukum. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
Soesilo, R. 1996. Taktik Dan Teknik penyidikan Perkara kriminil. Bogor : Politeia
Refbacks
- There are currently no refbacks.