KAJIAN BEWIJSVOERING ELECTRONIC EVIDENCE PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 20/PUU-XIV/2016
Abstract
ABSTRAK
Salah satu hal fundamental yang terdapat dalam pembuktian di persidangan adalah uraian mengenai cara memperoleh dan menyampaikan suatu alat bukti kepada hakim (bewijsvoering). Penyadapan merupakan salah satu cara dalam memperoleh suatu alat bukti elektronik. Terdapat perdebatan mengenai bewijsvoering dan nilai pembuktian atas alat bukti elektronik yang berasal dari hasil penyadapan serta kaitannya dalam penegakan hukum pidana. Berdasarkan isu tersebut penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana diskursus mengenai nilai pembuktian alat bukti elektronik. Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yang menggunakan bahan-bahan hukum primer dan sekunder dan menggunakan metode deduktif. Berdasarkan hasil penelitian bahwa terdapat dua pendapat yang berbeda mengenai nilai pembuktian alat bukti elektronik hasil dari penyadapan. Argumentasi pertama menganggap bahwa antara bewijsvoering dengan pembuktian merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan sehingga alat bukti elektronik harus diperoleh sesuai dengan hukum yang berlaku agar dapat dijadikan sebagai alat bukti yang sah. Kedua, bahwa antara bewijsvoering dengan pembuktian adalah hal yang harus dipisahkan.
Kata kunci : Bewijsvoering, Alat Bukti Elektronik
ABSTRACT
The fundamental things contained in the evidence at the court is a description of how to obtain and submit an evidence to the judge (bewijsvoering).Interception is one way to obtain an electronic evidence. There is debate about bewijsvoering and the value of proof of electronic evidence originating from the results of interception and its relation to the enforcement of criminal law. Based on these issues this study aims to determine how the discourse regarding the value of proof of electronic evidence. This study is a normative legal research that uses primary and secondary legal materials and uses deductive methods. Based on the results of the study that there are two different opinions regarding the value of proof of electronic evidence resulting from interception. The first argument assumes that between bewijsvoering and proof is an inseparable thing so that electronic evidence must be obtained in accordance with applicable law so that it can be used as a valid evidence. Second, that between bewijsvoering and proof is something that must be separated. This is because of the urgency of electronic evidence to reveal the truth of the occurrence of a crime.
Keyword: Bewijsvoering, Electronic Evidence
Full Text:
PDFReferences
Buku
Eddy OS Hiariej. 2012. Teori dan Hukum Pembuktian. Surabaya: Erlangga
Lilik Mulyadi. 2012. Hukum Acara Pidana Indonesia, Bandung:Citra Bakti Aditya.
Peter Mahmud Marzuki. 2014 Penelitian Hukum. Jakarta:Kencana Prenada Media Group.
Yahya Harahap. 2012. Pembahasan dan Permasalahan KUHAP (Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali. Jakarta: Sinar Grafika.
Jurnal
Ramiyanto. 2017. “Bukti Elektronik Sebagai Alat Bukti Yang Sah Dalam Hukum Acara Pidana”. Jurnal Hukum dan Peradilan. Vol. 1. No. 3. November 2017. Palembang: Fakultas Hukum Universitas Sjakhyakirti Palembang.
Sri Ayu Astuti. 2017. “Perluasan Penggunaan Alat Bukti Elektronik (evidence of electronic) Terkait Ketentuan Alat Bukti Sah Atas Perbuatan Pidana Di Ruang Mayantara”. Pagaruyuang Law Journal. Vol. 1, No. 1, Juli 2017. Sidoarjo: Fakultas Hukum Universitas Sidoarjo.
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Infornasi dan Transaksi Elektronik.
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 20/PUU-XIV/2016
Refbacks
- There are currently no refbacks.