Analisis Fonetik Pada Kata “Korban” dan “Kurban” dalam Perayaan Idul Adha 1441 H

Muhammad Kusuma Wardhana

Abstract

Abstract:  To master a language, phonetics has become one of the important aspects that cannot be underestimated. Even if someone has memorized a dictionary to master a particular language, but has not been able to study the phonetics in it, it is certain that he will have difficulty in using the language when practiced in the language-capable country. Because what is written in the dictionary will usually shift the pronunciation by certain people, even though the intended meaning is the same. As an example of two Indonesian words namely "Korban" and "kurban ". In terms of lexical terms, the word “korban” has been explained in terms of literacy or literary works in Indonesia. However, as the times have evolved, Indonesian people - especially Muslims - more often use the word "kurban" rather than the word "korban", this can be seen in the Eid al-Adha celebration last year (1441 H / 2020 AD) where many banners were posted on the streets more use the word “kurban” than the word “korban”. Both of these words have the same meaning when viewed from the aspect of lexical meaning in general. But this will turn out to be a very deep difference, if the owners of the Indonesian language try to shift and distinguish between the words "korban" and "kurban".

Abstrak: Untuk menguasai sebuah Bahasa, fonetik telah menjadi salah satu aspek penting yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Bahkan jika seseorang sudah menghafal satu kamus untuk menguasai suatu Bahasa tertentu, akan tetapi belum bisa mengkaji fonetik yang ada di dalamnya, maka bisa dipastikan dia akan kesulitan dalam menggunakan Bahasa tersebut ketika di praktikkan di negara pengampu Bahasa tersebut. Karena apa yang tertulis pada kamus biasanya akan bergeser pelafalan oleh masyarakat tertentu, meskipun yang dimaksud itu sama. Sebagai contoh salah dua kata Indonesia yakni “Korban” dan “Kurban”. Ditinjau dari aspek leksikal, kata “Korban” sudah banyak dijelaskan lebih dahulu dalam literasi ataupun karya sastra Indonesia. Akan tetapi seiring perkembangan jaman, masyarakat Indonesia -khususnya umat Muslim Indonesia- lebih sering menggunakan kata “kurban” daripada kata “korban, hal ini bisa dilihat dalam perayaan Idul Adha pada tahun lalu (1441 H/2020 M) terdapat banyak spanduk-spanduk yang terpublikasi secara daring maupun luring menggunakan kata “kurban” daripada kata “korban”. Meskipun kedua kata ini memiliki makna yang sama jika ditinjau dari aspek makna leksikal secara umum, akan tetapi hal ini akan berubah menjadi sebuah perbedaan yang sangat mendalam, jika para pemilik bahasa Indonesia berusaha menggeser dan membedakan antara kata “korban” dan “kurban”. 

Keywords

phonetic; lexical; morphology; linguistic

Full Text:

PDF

References

Budianto, V. I. M. (2007). Membaca Poststrukturalisme pada Karya Sastra. Wacana, Journal of the Humanities of Indonesia, 9(1), 21. https://doi.org/10.17510/wjhi.v9i1.220

De Saussure, F. (1989). Cours de linguistique générale (Vol. 1). Otto Harrassowitz Verlag.

Hubert, H., & Mauss, M. (1981). Sacrifice: Its nature and functions. University of Chicago Press.

Jauhar, N. I. (2014). علم الأصوات : لدراسي اللغة العربية من الإندونيسيين (1 ed.). Sidoarjo: Lisan Arabi.

Junanah, J. (2008). Dialektika Bahasa Arab dalam Karya Serat Centhini. Jurnal Fenomena, 6(1).

Kaprisma, H. (2019). Membaca Struktur, Mencari Makna: Suatu Usaha Memahami Konstruksi Budaya. EDUCULTURAL: International Journal of Education, Culture and Humanities, 1(2), 26–36. https://doi.org/10.33121/educultur.v1i2.33

Karnanta, K. Y. (2015). Struktural (dan) Semantik: Teropong Strukturalisme dan Aplikasi Teori Naratif A.J. Greimas. Atavisme, 18(2), 171–181. https://doi.org/10.24257/atavisme.v18i2.113.171-181

Kus, A. (2015). Qurban, Kurban, Apa Korban? - Kompasiana.com. Diambil dari https://www.kompasiana.com/kuswara/551897a2813311b5689dea30/qurban-kurban-apa-korban

Malmberg, B. (1963). Phonetics. Constable.

MEES, C. A. (1954). Tatabahasa Indonesia (Indonesische Grammatik). Djakarta–Groningen: Wolters.

Nasrullah, R. (2014). Teori dan Riset Media Siber (Cybermedia): Edisi Pertama. Jakarta: Kencana Media Group.

Nusrullah, R. (2018). RISET KHALAYAK DIGITAL: PERSPEKTIF KHALAYAK MEDIA DAN REALITAS VIRTUAL DI MEDIA SOSIAL. Sosioteknologi, 17(2), 271–287.

Nuswantara, N. G. (2017). Kajian Visualisasi Tagar dalam Media Sosial Instagram (Analisis Wacana Kritis Model Norman Fairclough) (hal. 21–34). hal. 21–34. Institut Seni Indonesia Yogyakarta.

Perrin, A. J. (2000). Cyberghetto or Cybertopia? Race, Class, and Gender on the Internet. Contemporary Sociology, 29(2), 357.

Soebardi, S. (1973). Learn bahasa Indonesia: pattern approach (Vol. 1). Kanisius.

Sukyadi, D. (2014). Dampak Pemikiran Saussure Bagi Perkembangan Linguistik Dan Disiplin Ilmu Lainnya. Parole: Journal of Linguistics and Education, 3(2 Okt), 1–19. https://doi.org/10.14710/parole.v3i2Okt.5208

Tim Penyusun, K. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka: Jakarta.

Verhaar, J. (2006). Dasar-Dasar Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University.

Yani Suryani, & Nani Darmayanti. (2016). Kemahiran Berbahasa Indonesia Penutur Korea : Kajian Prosodi Dengan Pendekatan Fonetik the Skill of Korean Speakers in Indonesian Language : Prosody Study Using an Experimental Phonetics Approach. (September 2012), 52–63.

Yasin, A. (2018). Bahasa Arab dalam Bahasa Indonesia (Analisis Kritis Perubahan Makna Kata Serapan Bahasa Arab). Diwan : Jurnal Bahasa dan Sastra Arab, 3(2), 44. https://doi.org/10.24252/diwan.v4i1.4670

Zeleny, K. C., Pitcan, M., Marwick, A. E., & Boyd, D. (2016). Performing a vanilla self: Respectability politics, social class, and the digital world. The International Journal of the Image, 23(3), 33–44. https://doi.org/10.18848/2154-8560/cgp/v07i03/33-44

Refbacks

  • There are currently no refbacks.