Kedudukan Alat Bukti Petunjuk Di Ranah Hukum Acara Pidana
Abstract
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kedudukan alat bukti petunjuk pada peradilan diranah hukum acara pidana karena sering mengalami kesulitan untuk menerapkannya. Kekuranghati-hatian mempergunakannya dalam suatu perkara, mengakibatkan putusan bisa mengambang pertimbangannya dalam suatu keadaan yang samar. Di dalam Pasal 188 KUHAP disebutkan bahwa alat bukti petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya baik antara yang satu dengan yang lain maupun dengan tindak pidana itu sendiri menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya, dan petunjuk hanya dapat diperoleh dari keterangan saksi, surat dan keterangan terdakwa. Melalui hal tersebut, maka perlu kiranya diketahui kedudukan alat bukti petunjuk dalam peradilan di ranah hukum acara pidana sehingga tujuan pendeskripsian dari tulisan ini tercapai.
Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam menyusun penelitian ini adalah penelitian hukum doktrinal. Pada intinya penelitian hukum doktrinal merupakan penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan-bahan pustaka atau bahan hukum sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum skunder kemudian ditarik kesimpulan.
Berdasarkan hasil pembahasan, dihasilkan kesimpulan yaitu, Alat bukti petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya baik antara yang satu dengan yang lain maupun dengan tindak pidana itu sendiri menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya. Dalam Pasal 188 Ayat (2) KUHAP, alat bukti petunjuk dapat diperoleh dari keterangan saksi, surat, dan keterangan Terdakwa. Alat bukti petunjuk pada umumnya, baru diperlukan apabila alat bukti yang lain belum mencukupi batas minimum pembuktian yang digariskan dalam Pasal 183 KUHAP.
Kata kunci: pembuktian, alat bukti, alat bukti petunjuk
Full Text:
PDFReferences
Chazawi, Adami. 2008. Hukum Pembuktian Tindak Pidana Korupsi. Bandung: PT. Alumni.
Hamzah, Andi. 2008. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.
____________. 2009. Terminologi Hukum Pidana. Jakarta: Sinar Grafika.
Prinst, Darwan. 2002. Hukum Acara Pidana suatu pengantar. Jakarta:
Djambatan. Hiariej, Eddy O. 2012. Teori dan Hukum Pembuktian. Jakarta: Erlangga.
Adji, Indriyanto Seno. 2009. Korupsi dan Penegakan Hukum. Jakarta: Diadit Media
Sasangka, Hari dan Rosita, Lily. 2003. Hukum Pembuktian Dalam Perkara Pidana. Bandung: Mandar Maju.
Harahap, M. Yahya. 2012. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali. Jakarta: Sinar Grafika.
Tresna, M. R. 2005. Komentar atas HIR. Jakarta: PT. Pradnya Paramita.
Subekti, R. 2010. Hukum Pembuktian. Jakarta: Pradnya Paramita.
Bakhri, Syaiful. 2009. Hukum Pembuktian dalam Praktik Peradilan Pidana.
Jakarta: P3IH dan Total Media.
Soedirjo. 1985. Jaksa dan Hakim dalam Proses pidana. Jakarta: CV. Akademika Pressindo.
Dirdjosisworo, Soedjono. 2008. Pengantar Ilmu Hukum., Jakarta: Rajawali
Pers. Prodjodikoro, Wirjono. 1985. Hukum Acara Pidana di Indonesia. Bandung: Sumur Bandung.
Masriani, Yulies Tiena. 2008. Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.
Islaini. 2013. Eksistensi Keterangan Ahli Sebagai Alat Bukti Petunjuk dalam Pembuktian Tindak Pidana Korupsi. Vol. 27 No.1. Sumatera: Jurnal Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Sapardjaja. 1995. Ajaran sifat melawan hukum materiel dalam hukum pidana di Indonesia. Vol. 24. No. 7. Jakarta: Indonesia Label Bendel 362.04205 PRI.
Refbacks
- There are currently no refbacks.