Sektor informal: peninjauan kembali dalam perspektif konseptual
Abstract
Pada tahun 1972, ILO sebagai institusi ketenagakerjaan internasional memperkenalkan tujuh kriteria konsep sektor informal. Kemunculan konsep sektor informal tersebut lahir di tengah geliat pembangunan negara dunia ketiga yang semangat dengan konsep pertumbuhan ekonomi melalui industrialisasi. Memasuki dekade 2000-an dan 2010-an, eksistensi sektor informal tetap dirasakan keberadaannya di berbagai negara. Namun, keberadaannya di tengah konsep pembangunan tidak hanya sekedar mengejar pertumbuhan ekonomi, tetapi juga lebih mengedepankan konsep pembangunan yang komprehensif dan berkelanjutan. Penelitian ini memiliki tujuan meninjau kembali konsep sektor informal dari awal kemunculannya hingga saat ini dalam konteks teori pembangunan. Hal ini menggunakan metodologi analisis isi induktif-kualitatif yang selanjutnya 28 kasus penelitian sektor informal pedagang kaki lima di berbagai negara dianalisis ke dalam unit-unit informasi, kategori, dan konsep dalam konteks teori pembangunan. Hasil penelitian menunjukkan adanya evolusi konsep sektor informal seiring dengan evolusi teori pembangunan. Konsep sektor informal mengalami evolusi dari dekade 1970-an hingga 2010-an yang ditandai dengan semakin banyak konsep sektor informal yang memiliki keterkaitan langsung dengan teori pembangunan. Bentuk evolusi konsep sektor informal juga ditunjukkan dengan adanya perbedaan antara konsep sektor informal menurut ILO (1972) yang terdiri dari tujuh kriteria dengan konsep sektor informal dekade 2010-2019 yang terdiri dari 16 kriteria.
Keywords
Full Text:
PDFReferences
[1] Hidayat. Peranan Sektor Informal dalam Perekonomian Indonesia. Econ Financ Indones 1978;26:415–45.
[2] Chaudhuri, Sarbajit, Mukhopadhyay U. Revisting the Informal Sector: A General Equilibrium Approach 2013.
[3] International Labour Organization. Employment, Incomes and Equality: A Strategy for Increasing Productive Employment in Kenya. Geneva: International Labour Organisation; 1972.
[4] Akhyat A. Dualisme Ekonomi Pada Kredit Rakyat di Yogyakarta Pada Tahun 1912-1990. J Hum 2015;27:252–62. https://doi.org/10.22146/jh.v27i2.8716.
[5] Permana HA. Analisis Faktor Faktor yang Mempengaruhi Luas Lahan Sawah di Pulau Jawa. Universitas Pasundan, 2019.
[6] Yunisvita. Transformasi Struktur Ketenagakerjaan dan Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Selatan. J Ekon Pembang 2011;9:90–9.
[7] Puspitasari AW. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Minat Migrasi Sirkuler ke Kabupaten Semarang. Universitas Diponegoro, 2010.
[8] Budiman A, Brata WS. Teori Pembangunan Dunia Ketiga. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama; 1995.
[9] Suharto. Distribusi Pendapatan Dalam Pembangunan. J Ekon Pembang 2001;6:73–89.
[10] Susilowati SH, Bonar MS, Wilson HL, Erwidodo. Dampak Kebijakan Ekonomi di Sektor Agroindustri terhadap Kemiskinan dan Distribusi Pendapatan Rumah Tangga di Indonesia : Analisis Simulasi dengan Sistem Neraca Sosial Ekonomi. J Agro Ekon 2007;25:11–36. https://doi.org/10.21082/jae.v25n1.2007.11-36.
[11] Overseas Development Institute. Basic Needs. London: 1978.
[12] Watson DD. Poverty and Basic Needs. Encycl Food Agric Ethics 2014:1–8. https://doi.org/10.1007/978-94-007-6167-4_442-1.
[13] Emmerij L. The Basic Needs Development Strategy. World Econ Soc Surv 2010:1–3.
[14] Fauzi N. Membangun Jaringan Intelektual Neoliberal : Kasus Hernando de Soto 2006.
[15] Darmawan E, B LR, Pratama DK, P AI, A KE. Review Buku The Mystery of Capital Bab 2–5 Rahasia Kejayaan Kapitalisme Barat Hernando De Soto. Yogyakarta: 2016.
[16] Sen A. Development as Freedom: An India Persprective. Indian J Ind 2006;42:157–69.
[17] Stalker P. Kita Suarakan Millennium Development Goals Demi Pencapaiannya Indonesia. Jakarta: 2007.
[18] Ishartono, Raharjo ST. Sustainable development goals. Soc Work J 2016;6:154–272. https://doi.org/10.14512/gaia.28.2.1.
[19] Chen MA, Roever S, Skinner C. Urban Livelihoods : Reviewing The Evidence in Support of The New Urban Agenda. Environ. Urban., WIEGO Organisation; 2016, p. 89–102.
[20] Nation U. Resolution Adopted by the General Assembly on 23 December 2016 2017.
[21] Amin ATMN. The Informal Sector in Asia from the Decent Work Perspective. Geneva: 2017.
[22] Bhowmik SK. Street Vendors in the Global Urban Economy. New Delhi: Routledge; 2010.
[23] Bromley R. Street Vending and Public Policy: A Global Review. Int J Sociol Soc Policy 2000;20:1–28. https://doi.org/10.1108/01443330010789052.
[24] Roever S. Informal Trade Meets Informal Governance: Street Vendors and Legal Reform in India, South Africa, and Peru. Cityscape A J Policy Dev Res 2016;18:27–46.
[25] Roever S. Street Trade in Latin America: Demographic Trends, Legal Issues, dan Vending Organisations in Six Cities. Str. Vendors Glob. Urban Econ., New Delhi: Routledge; 2010, p. 208–40.
[26] Walsh J. Street Vendors and the Dynamics of the Informal Economy: Evidence from Vung Tau, Vietnam. Asian Soc Sci 2010;6:159–65.
[27] Safitri R. Hubungan Sosial, Ekonomi, dan Spasial Antara Sektor Formal dan Sektor Informal di Kota Pekanbaru 2011.
[28] Martinez LM, Estrada D. Street Vending and Informal Economy: Survey Data from Cali, Colombia. Data Br 2017;14:132–7. https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.dib.2017.06.047.
[29] Bhowmik SK, Saha D. Financial Inclusion of the Marginalised Street Vendors in the Urban Economy. New Delhi: SpringerIndia; 2013. https://doi.org/https://doi.org/10.1007/978-81-322-1506-6.
[30] Roever S, Skinner C. Street vendors and cities. Environ Urban 2016;28:1–16. https://doi.org/http://dx.doi.org/10.1177/0956247816653898.
[31] Gamieldien F, van Niekerk L. Street Vending in South Africa: An Entrepreneurial Occupation. South African J Occup Ther 2017;47:24–9. https://doi.org/dx.doi.org/10.17159/2310-3833/2017/vol47n1a5.
[32] Huang G, Zhang H, Xue-Desheng. Beyond Unemployment: Informal Employment and Heterogeneous Motivations for Participating in Street Vending in Present-Day China. Urban Stud 2017;55:2743–61. https://doi.org/https://doi.org/10.1177%2F0042098017722738.
[33] Salamah S, Muta;ali L. Analisis Pemanfaatan Ruang Oleh Aktivitas Pedaganag Kaki Lima (PKL) di Koridor Jalan Dipati Ukur Kota Bandung. J Bumi Indones 2019:1–13.
[34] White MD, Marsh EE. Content Analysis: A Flexible Methodology. Libr Trends 2006;55:22–45. https://doi.org/http://dx.doi.org/10.1353/lib.2006.0053.
[35] Mayring P. Qualitative Content Analysis: Theoretical Foundation, Basic Procedures and Software Solution 2014.
[36] Noble AG, McGee TG, Yeung YM. Hawkers in Southeast Asian Cities: Planning for the Bazaar Economy. vol. 69. Ottawa: Ottawa International Development Research Center; 1979. https://doi.org/10.2307/214894.
[37] Bromley R. Organization, Regulation and Exploitation in the So-Called ‘Urban Informal Sector’’: The Street Traders of Cali, Colombia.’ World Dev 1978;6:1161–71. https://doi.org/https://doi.org/10.1016/0305-750X(78)90070-0.
[38] Nattrass NJ. Street Trading in Transkei—A Struggle Against Poverty, Persecution, and Prosecution. World Dev 1987;15:861–75. https://doi.org/https://doi.org/10.1016/0305-750X(87)90039-8.
[39] Ramli R. Kesempatan Kerja Pedagang Kaki Lima pada Wilayah Ciputat Pasar, Kabupaten Tangerang Jawa Barat. Institut Pertanian Bogor, 1984.
[40] Firdausy C. Pengembangan sektor informal pedagang kaki lima di perkotaan. Jakarta: Dewan Riset Bappenas & Puslitbang Ekonomi dan Pembangunan LIPI; 1995.
[41] Bhowmik SK. Street Vendors in Asia : A Review. Econ Polit Wkly 2005:2256–64.
[42] Pitoyo AJ. Dinamika Sektor Informal Di Indonesia Prospek, Perkembangan, dan Kedudukannya dalam Sistem Ekonomi Makro. Populasi 2007;18.
[43] Soen’an ADC. Perilaku Sektor Informal Pedagang Kaki Lima dalam Pemasaran. Pengemb. Sekt. Informal Pedagang Kaki Lima di Perkota., Jakarta: Dewan Riset Bappenas & Puslitbang Ekonomi dan Pembangunan LIPI; 1995, p. 31–45.
[44] Nadjib M. Segi-Segi Sosial Budaya dan Etos Kewiraswastaan di Kalangan Pedagang Kaki Lima. Pengemb. Sekt. Informal Pedagang Kaki Lima di Perkota., Jakarta: Dewan Riset Bappenas & Puslitbang Ekonomi dan Pembangunan LIPI; 1995, p. 77–92.
[45] Hermanto Z. Gambaran Umum Potensi dan Masalah Ekonomi dan Sosial Sektor Informal di Perkotaan. Pengemb. Sekt. Informal Pedagang Kaki Lima di Perkota., Jakarta: Dewan Riset Bappenas & Puslitbang Ekonomi dan Pembangunan LIPI; 1995, p. 7–19.
[46] Pitoyo AJ. Pedagang Kaki Lima Pada Masa Krisis. Populasi 2016;10:73–97. https://doi.org/10.22146/jp.12485.
[47] Firdausy CM. Model dan Kebijakan Pengembangan Sektor Informal Pedagang Kaki Lima. Pengemb. Sekt. Informal Pedagang Kaki Lima di Perkota., Jakarta: Dewan Riset Bappenas & Puslitbang Ekonomi dan Pembangunan LIPI; 1995, p. 139–56.
[48] Resmi ET. Mobilitas Usaha Sektor Informal Pedagang Kaki Lima. Pengemb. Sekt. Informal Pedagang Kaki Lima di Perkota., Jakarta: Dewan Riset Bappenas & Puslitbang Ekonomi dan Pembangunan LIPI; 1995, p. 61–75.
[49] Sukesi H. Akses Pasar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pendapatan Pedagang Kaki Lima. Pengemb. Sekt. Informal Pedagang Kaki Lima di Perkota., Jakarta: Dewan Riset Bappenas & Puslitbang Ekonomi dan Pembangunan LIPI; 1995, p. 47–60.
[50] Timothy DJ, Wall G. Selling to Tourists: Indonesian Street Vendors. Ann Tour Res 1997;24:322–40. https://doi.org/https://doi.org/10.1016/S0160-7383(97)80004-7.
[51] Assan JK, Chambers T. India’s Street Vendors and the Struggle to Sustain Their Livelihoods and Informal Enterprises: Unionization, Political Action and Sustainable Development. Int J Dev Sustain 2014;3:2140–61.
[52] Hamid A. Karakteristik Ekonomi Usaha dan Cara Pedagang Kaki Lima dalam Meningkatkan Usaha. Pengemb. Sekt. Informal Pedagang Kaki Lima di Perkota., Jakarta: Dewan Riset Bappenas & Puslitbang Ekonomi dan Pembangunan LIPI; 1995, p. 21–30.
[53] Astuty ED. Pengaruh Keberadaan Pedagang Kaki Lima Terhadap Lingkungan dan Kontribusinya Terhadap Penerimaan Daerah. Pengemb. Sekt. Informal Pedagang Kaki Lima di Perkota., Jakarta: Dewan Riset Bappenas & Puslitbang Ekonomi dan Pembangunan LIPI; 1995, p. 109–21.Refbacks
- There are currently no refbacks.