Jack Frost: Eksistentialisme Kierkegaard dalam Film Rise of The Guardians

Abstract

Abstract: Movie as a part of literary works is worth to be analyzed because it has audio-visual element that makes it more complex than others. “Rise of the Guardians” movie is chosen as the object of this study. The movie tells the journey and struggle of Jack Frost in obeying God’s command to be a new guardian for children. Objective approach is used by applying Soren Kierkegard’s existentialism theory. The writers focus on Soren’s existentialism concept in analyzing the stage of life from Jack. After analyzing the data, it can be concluded that Jack passes three stages of life of Soren’s existentialism. They are aesthetic stage, ethical stage, and religious stage. To make a decision in passing the each stage, a dread or anxiety is needed for making a ‘leap of faith’. Jack passes all of those stages, but his aesthetic stage is little bit different because sometimes he is not only good-mannered person but also lack mannered person. His ethical stage is also different because he follows his ego to find his memory box. Finally, he can reach the religious stage after he does ‘leap of faith’ encouraged by his dread or anxiety.

Abstrak: Film sebagai bagian dari karya sastra layak diterliti karena memiliki elemen audio-visual yang kompleks dbandingkan dengan yang lain. Film Rise of the Guardians dipilh sebagai objek di studi ini. Film tersebut menceritakan tentang perjalanan dan perjuangan Jack Frost dalam mematuhi perintah Tuhan untuk menjadi penjaga yang baru bagi anak kecil. Pendekatan objektif digunakan di dalam penelitian ini dengan mengaplikasikan teori eksistensialisme Soren Kierkegaard. Penulis fokus pada konsep eksistensialisme Soren dalam menganalisa tingkatan kehidupan Jack Frost. Setelah menganalisis data, bisa disimpulkan bahwa Jack melewati tiga tingkatan hidup menurut eksistensialisme Soren. Yang pertama ialah estetis, lalu etis, dan terakhir religius. Untuk membuat keputusan dalam melewati tiap tingkatan kehidupan tersebut, dibutuhkan ketakutan atau kegelisahan untuk membuat ‘lompatan keimanan’. Jack melewati ketiga tingkatan kehisupan tersebut, tapi pada tingkatan estetis terjadi sedikit perbedaan karena dia bisa menjadi orang yang jahil dan sekaligus baik. Di tingkatan etis juga berbeda karena dia meuruti egonya untuk mendapatkan kotak ingatannya. Akhirnya, ia bisa mencapai tingkatan religius setelas melakukan ‘lompatan keimanan’ yang didorong oleh ketakutan dan kegelisahannya.