LEGAL DUALISM CONCERNING AGRARIAN CONFLICT OF LAND IN BONGKORAN, WONGSOREJO, REGENCY OF BANYUWANGI

Umar Sholahudin

Abstract

This study aims to analyze the practice of legal dualism in agrarian conflicts of the Bongkoran land, Wongsorejo, Banyuwangi Regency. Agrarian conflicts are structural conflicts, one of which originates from legal conflicts; state law and people's law. There are different legal bases used by state/government, corporation, and society. Government and companies rely more on the legal-formal (de jure) aspect, that land ownership and control rights are based on formal laws and procedures, that is proof of concession permit (HGU or HGB). Meanwhile, the community relies more on the socio-historical aspect, that the community has lived in, controlled, and used the land communally and for generations (de facto). This research focuses on how the practice of legal dualism in agrarian conflicts in the land of Bongkoran Wongsorejo. This study uses a legal sociology approach with a participatory method. The results showed; Legal dualism in agrarian conflicts has contrasting characteristics and characters that are difficult to be compromised and resolved fairly. The strong domination and hegemony of state law over the people's law, making the conflict more sharpened, people's rights over land increasingly seized, and often lead to acts of violence. There needs to be equal dialogue and communication between the (law) of the state and the (law) of the people in an intense and deliberative manner to produce a more just consensus (legal product). Settlement of agrarian conflicts is not enough to use legalistic-positivistic state legal instruments, but it is need to pay attention to community law that has local wisdom and is more oriented towards justice aspect

 

Key Words : Legal Dualism, Agrarian Conflict, Bongkoran Land, Banyuwangi Regency

 

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis praktik dualisme hukum dalam konflik agraria di tanah Bongkoran, Wongsorejo, Kabupaten Banyuwangi. Konflik agraria merupakan konflik struktural yang salah satunya bersumber dari konflik hukum; hukum negara dan hukum rakyat. Dasar hukum yang digunakan oleh negara/pemerintah, korporasi, dan masyarakat berbeda-beda. Pemerintah dan perusahaan lebih mengandalkan aspek legal-formal (de jure), bahwa hak penguasaan dan penguasaan tanah didasarkan pada hukum dan prosedur formal, yaitu bukti izin pengusahaan (HGU atau HGB). Sedangkan masyarakat lebih mengandalkan aspek sosio-historis, bahwa masyarakat telah mendiami, menguasai, dan menggunakan tanah secara komunal dan turun-temurun (de facto). Penelitian ini berfokus pada bagaimana praktik dualisme hukum dalam konflik agraria di tanah Bongkoran Wongsorejo. Penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologi hukum dengan metode partisipatif. Hasilnya menunjukkan; Dualisme hukum dalam konflik agraria memiliki sifat dan karakter yang bertolak belakang sehingga sulit untuk dikompromikan dan diselesaikan secara adil. Kuatnya dominasi dan hegemoni hukum negara atas hukum rakyat, membuat konflik semakin menajam, hak rakyat atas tanah semakin direbut, dan tak jarang berujung pada tindakan kekerasan. Perlu adanya dialog dan komunikasi yang setara antara (hukum) negara dan (hukum) rakyat secara intens dan musyawarah untuk menghasilkan konsensus (produk hukum) yang lebih berkeadilan. Penyelesaian konflik agraria tidak cukup menggunakan instrumen hukum negara legalistik-positivistik, tetapi perlu memperhatikan hukum masyarakat yang memiliki kearifan lokal dan lebih berorientasi pada aspek keadilan.

 

Kata Kunci : Dualisme Hukum, Konflik Agraria, Tanah Bongkoran, Kabupaten Banyuwangi.

Full Text:

PDF

References

Afrizal. (2006). Sosiologi Konflik Agraria: Protes-Protes Agraria dalam Masyarakat Kontemporer Indonesia. Padang: Andalas University Press.

Afrizal. (2018). Sosiologi Konfliki :Pola, Penyebab, dan Mitigasi konflik Agraria Struktural di Indonesia. Sidoarjo: Indomedika Pustaka.

Hardiman, F. B. (2009). Demokrasi Deliberatif; Menimbang Negara Hukum dan Ruang Publik dalam teori Diskursus Habermas. Kanisius: Yogyakarta.

Ikhsan, E. (2011). Konfik Tanah dan Pluralisme Hukum. Jakarta: Yayasan Pustaka obor Indonesia.

Irianto, S. (2009). Hukum Yang Bergerak; Tinjauan Antropologi Hukum. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Irianto, S. (2011). (Peng) Konflik Tanah Ulayat dan Pluralisme Hukum; Hilangnya Ruang Hidup Orang Melayu Deli. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Karman, K. (2010). Interaksi Hukum Adat Dengan Hukum Negara Dalam Kasus Hak Tanah Ulayat Di Sumatera Barat. Jakarta: HuMa-Van Vollenhoven Institue-KITLV.

Koesno, A. (2016, Februari). Sosiologi Hukum dalam Sistem Pembelajaran Hukum di Indonesia. Malang: Makalah Disampaikan pada Temu Kerja Pengajar Antropologi Hukum dan Sosiologi Hukum Se-Jatim di Malang tanggal 22-23 Februari 2006.

Koeswahyono, I. (2019). Tanah untuk Keadilan Sosial: Perbandingan Penataan dan Pengaturan Pertanahan di Berbagai Negara. Arena Hukum, 12. doi:https://doi.org/10.21776/ub.arenahukum.2019.01201.4

KPA. (2018). Catatan Akhir Tahun. Jakarta: KPA.

KPA. (2019). Laporan Akhir Tahun. Jakarta: KPA.

LBH. (2018). Laporan Tahunan LBH Surabaya. Surabaya: LBH Surabaya.

Lembaga Bantuan Hukum Surabaya. (2017). Catatan Akhir Tahun. Surabaya: LBH Surabaya.

Luthfi, A. N. (2018). Kekerasan Kemanusiaan dan Perampasan Tanah Pasca- 1965 di Banyuwangi Jawa Timur. Archipel, 95. doi:10.4000/archipel.624

Marsavati, A. B. (2004). Qualitative Reaserch in Sociology. London: SAGE Publication.

Mujiono. (2019). in-depth Interview with Head of Land Dispute Sie, BPN Banyuwangi Regency. (U. Sholahudin, Pewawancara) Banyuwangi.

Mulyani, L. (2014). Kritik Atas Penanganan Konflik Agraria di Indonesia. Bhumi : Jurnal Agraria dan Pertanahan, 39(13).

Mustain. (2005). Gerakan Petani di Pedesaan Jawa Timur pada Era Reformasi: Studi Kasus Gerakan Reklaiming oleh Petani atas Tanah yang Dikuasai PTPN XII Kalibakar, Malang Selatan (Dissertation). Surabaya: Universitas Airlangga .

Organisasi Petani Wongsorejo Banyuwangi. (2018). Kronologi Perjuangan Petani Wongsorejo. Banyuwangi: Organisasi Petani Wongsorejo Banyuwangi (OPWB).

Organsiasi Petani Wongsorejo Banyuwangi/OPWB. (2018). Kronologis Perjuangan Petani Wongsorejo Banyuwangi. Banyuwangi: Organsiasi Petani Wongsorejo Banyuwangi.

Rachman, N. F. (2016). Bersaksi Untuk Pembaruan Agraria; Dari Tuntutan Lokal Hingga Kecenderungan Global. Yogyakarta: INSIST PRES.

Rahardjo, S. (2010). Sosiologi Hukum. Yogyakarta: Gentha Publishing .

Rosyadi, S., & Sobandi, K. R. (2014). Relasi Kuasa antara Perhutani dan Masyarakat dalam Pengelolaan Sumber Daya Hutan DI Banyumas; Bisnis vs Community Development. Komunitas: International Journal of Indonesian Society and Culture, 6(1), 47-56. doi:https://doi.org/10.15294/komunitas.v6i1.2939

Safitri, M. (2011). (edt) Untuk Apa Pluralisme Hukum? : Konsep, Regulasi, Negosiasi dalam Konflik Agraria di Indonesia. Jakarta: Epistema Institute.

Safitri, M. (2012). (Ppeng) Negara dalam Pluralisme : Kebjakan Pluralisme Hukum di Indoensia pada Masa Kolonial dan Masa Kini Hukum, dalam Beragam Jalur Menuju Keadilan : Pluralisme Hukum dan Hak-Hak Masyarkaat Adat di Asia Tenggara. Jakarta: Epistema Institute bekerjasama dengan Asia Indigeneous People Pact (AIPP).

Safitri, T. M. (2010). (edt) Hukum Agraria dan Masyarakat di indonesia. Jakarta: Van Volenhoven Institute.

Samekto, A. (2015). Pergeseran Pemikiran Hukum dari Era Yunani Menuju Postmodernisme. Jakarta: Konstitusi Press.

Saptono, A. (2006). Konflik Diadik dan Negosiasi Diagonal. Temu Kerja Pengajar Antropologi Hukum dan Sosiologi Hukum Se-Jatim . Malang.

Sholahudin, U. (2017). Pendekatan Sosiologi Hukum dalam konflik Agraria. Dimensi, 10(2). doi:https://doi.org/10.21107/djs.v10i2.3759

Sholahudin, U. (2018). Analisis Yuridis Konflik Agraria Tanah Bongkoran di Kabupaten Banyuwangi dalam Perspektif Sosiologi Hukum. Arena Hukum , 11(2), 263-289. doi:https://doi.org/10.21776/ub.arenahukum.2018.01002.4

Simon, R. (2004). Gagasan-Gagasan Politik Gramscy. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Steni, B. (2009). Politik Pengakuan Masyarakat Adat atas Tanah dan Sumber Daya Alam; dari Hindia Belanda Hingga Indonesia Merdeka, dalam Hukum yang Bergerak Tinjauan Antrpologi Hukum. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Subandio, Y. (2019, Mei). In-depth Interview with Chief of OPWB. (U. Sholahudin, Pewawancara) Banyuwangi.

Sudarso, I. (2019). in-depth Interview with Iptu Sudarso, Kasatintelkam Polres Kab. Banyuwangi. (U. Sholahudin, Pewawancara) Banyuwangi.

Sudikin, B. &. (2002). Metode Penelitian Kualitatif Perspektif Mikro. Surabaya: Insan Cendekia.

Susanto, O. S. (2008). Beberapa Aspek Sosiologi Hukum. Bandung: Alumni Bandung Press.

Suseno, F. M. (2001). Pemikiran Karl Marx; Sosialis Utopis Ke Perselisihan Revisionisme. Jakarta: PT. Gramedia.

Suteki. (2013). Desain Hukum di Ruang Sosial. Yogyakarta: Thafa Media.

Suyanto, B. (1997). Hukum. Negara, dan Keadilan, dalam Masyarakat dan Negara. Surabaya: Airlangga Press.

Tanya, B. L. (2011). Hukum Dalam Ruang Sosial. Yogyakarta: Genta Publishing.

Utama, T. (2019, Juli). In-depth interview with General Manager of PT. Wongsorejo. (U. Sholahudin, Pewawancara) Banyuwagi.

Wignjosoebroto, S. (2010, Februari 15). Nenek Minah Tak Curi Cokelat. Opini Kompas, hal. 5.

Wignjosoebroto, S. (2013). Hukum Dalam Masyarakat. Surabaya: Graha Ilmu.

Wignyosoebroto, S. (2002). Hukum; Paradigma, Metode dan Dinamika Masalahnya. Jakarta: Elsam-HuMa.

Wirassih, E. (2006). Sosiologi Kontemplatif. Temu Kerja Pengajar Antropologi Hukum dan Sosiologi Hukum se-Jatim. Malang: Asosiasi Pengajar Sosiologi Hukum dan Antropologi Hukum Indonesia.

Wiratraman, H. P. (2014). Hukum Rakyat; Tinjauan Konsep, Teori, dan Filsafat. Jakarta: Perkumpulan HuMa Indonesia.

Refbacks

  • There are currently no refbacks.