THE CONCEPT OF LEGAL PLURALISM IN INDONESIA IN THE NEW SOCIAL MOVEMENT

Suci Flambonita

Abstract

As a multicultural country, legal pluralism in Indonesia should be placed in the perspective of a new social movement, which lies as the abstraction of collective subjects to strive for emancipation. Experience has shown that many policies and political laws concerning natural resources do not provide enough room for the representation of indigenous peoples. As the new social movement in the context of multiculturalism, fighting for socioeconomic and natural resource redistribution is as important as providing spaces to foster cultural struggle in terms of fighting discrimination against indigenous peoples. In Dutch legal pluralism theory is termed as theorie van het rechtspluralisme. Lawrence M. Friedman has proposed a definition of legal pluralism as the presence of different legal systems and cultures in a single political community. This research uses the social legal method with a conceptual and historical approach. According to John Griffiths, legal pluralism is the presence of more than one legal rule in a social circle. Further, the concept of legal pluralism does not promote a dichotomy between state law on the one side and folk law and religious law on the other side.

 

Keywords: concept, legal, pluralism

 

Abstrak

Indonesia sebagai negara yang multikulturalisme hendaknya pluralisme hukum diletakkan dalam perspektif the new social movement yang bertumpu sebagai abstaksi subyek yang secara kolektif demi memperjuangkan emansipasi. Berdasarkan pengalaman, banyak kebijakan dan politik hukum atas sumber daya alam tidak memberi ruang representasi terhadap masyarakat hukum adat. Sebagai the new social movement dalam konteks multikulturisme tidak hanya penting dalam memperjuangkan redistribusi sosial ekonomi dan sumber daya alam, tetapi juga memberi ruang munculnya gerakkan untuk memperjuangkan cultural struggle (tantangan budaya) diskriminasi terhadap masyarakat hukum adat. Lawrence M. Friedman menyajikan pengertian pluralisme hukum yang berarti “adanya sistem-sistem atau kultur hukum yang berbeda dalam sebuah komunitas politik tunggal”. Metode penelitian menggunakan sosial legal dengan pendekatan konseptual dan sejarah. Pluralisme hukum oleh John Griffiths, diartikan bahwa hadirnya lebih dari satu aturan hukum dalam sebuah lingkaran sosial, Selanjutnya konsep pluralisme hukum tidak lagi mengedepankan dikotomi antara sistem hukum negara (state law) di satu sisi dengan sistem hukum rakyat (folk law) dan hukum agama (religious law) di sisi yang lain.

 

Kata Kunci: Konseptual, Pluralisme, Hukum

Full Text:

PDF

References

Albrecht, P & H. Kyed. (2010). Justice and Security: When the State Isn’t the Main Provider. DISS Policy Brief.

Alting, H. (2010). Dinamika Hukum Dalam Pengakuan dan Perlindungan Hak Masyarakat Hukum Adat Atas Tanah. Yogyakarta: LaksBang PressIndo.

Bakti. (2015). PLURALISME HUKUM DALAM MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA SUMBER DAYA ALAM DI ACEH. Kanun Jurnal Ilmu Hukum, 65(XVII), 129-149.

Benda Beckmann, F. &. (2009). Hukum Yang Bergerak. Tinjauan Antropologi Hukum. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

CAMPBELL, M & Swenson G (2016). Legal Pluralism and women's Rights after Conflict: The Role of Cedaw. SSRN Electronic Journal, 46-112.

CHOPRA, T & Isser D. (2012). Access to Justice and Legal Pluralism in Fragile States: The Case Women's Rights. Hague Journal on the Rule of Law, 4(2), 337–358.

FEARON, J. D. & Laitin DD (2004.). Neotrusteeship and the Problem of Weak States. International Security, 28(4), 5–43.

Griffiths, J. (1986). What is Legal Pluralism. Journal of Legal Pluralism and Unofficial Law, 24, 1.

Hooker, M. (1976). Legal Pluralism: An Introduction to Colonial and Neo-colonial Laws. Verfassung in Recht und Übersee

John, G. (2005). Memahami Pluralisrne Hukum, Sebuah Deskripsi Konseptua. Jakarta, Indonesia: Ford Foundation - HuMA.

Kherid, M. N. (2019, Oktobe). PLURALISM JUSTICE SYSTEM. Masalah-Masalah Hukum, 48(4), 385-392.

KRYGIER, M. “. (2011). “Approaching the Rule of Law.” The Rule of Law in Afghanistan: Missing in Inaction. 15–34.

Kusumaatmadja, M. (1970). Fungsi dan Perkembangan Hukum dalam Pembangunan Nasional (Vol. III). Bandung, Jawa Barat, Indonesia: Padjajaran.

Nurjaya, I. N. (2006). Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Antropologi Hukum. Malang, Jawa Timur, Indonesia: Universitas Negeri Malang.

Marzuki, Mahmud & Peter Mahmud. (2011). Penelitian Hukum. Jurnal Penelitian Hukum.

Rahardjo, S. (1979). Budaya Hukum dalam Permasalahan Hukum di Indonesia. Badan Pembinaan Hukum Nasional, Seminar Hukum Nasional ke IV, Badan Pembinaan Hukum Nasional, Jakarta.

Safitri, M. A. (2011). Untuk Apa Pluralisme Hukum? Konsep, Regulasi, Negosiasi Dalam Konflik Agraria Di Indonesia. Jakarta : Epistema Institute.

Samekto, F. A. (2015). Normativitas Keilmuan Hukum Dalam Perspektif Aliran Pemikiran Neo-Kantian. Masalah-Masalah Hukum, 44, 11.

Saptomo, A. (2012). Budaya Hukum dalam Masyarakat Plural dan Problem Implementasinya . Jakarta: (Dialektika) Sekretariat Jenderal Komisi Yudisial.

Sasmito, H. A. (2011). Putusan Ultra Petita Mahkamah Konstitusi Dalam Pengujian Undang-Undang.Law Reform,6(2), 55–81. Law Reform, 6(2), 55–81.

Simarmata, R. (2005). Mencari Karakter Aksional dalam Pluralisme Hukum” Tim HuMa, Pluralisme Hukum: Sebuah Pendekatan Interdisiplin. HuMa, 7.

Suci Flambonita, H. A. (2010). Pokok-pokok Hukum Adat. Palembang: Universitas Sriwijaya Press.

SWENSON, G. (2018). Legal Pluralism in Theory and Practice. International Studies Review, 438-462.

WALDORF, L. (2006). “Mass Justice for Mass Atrocity: Rethinking Local Justice as Transitional Justice.”. Temple Law Review , 79(1), 1–87.

Warman, K. (2009). Kedudukan Hukum Adat Dalam Realitas Pembangunan Hukum Agraria Indonesia. Jumal Konstitusi, 6(4), 25.

Woodman, G. R. (2005). "Mungkinkah Membuat Peta Hukum?",Pluralisme Hukum: Sebuah Pendekatan Interdisiplin. Jakarta: Ford Foundation - HuMa.

Refbacks

  • There are currently no refbacks.