STRATEGI PENGUATAN IDENTITAS KULTURAL MELALUI PENGGUNAAN SELENDANG LURIK OLEH INSTANSI PEMERINTAHAN SEBAGAI IMPELEMENTASI KEARIFAN LOKAL DI KABUPATEN KLATEN
Abstract
This research aims to examine deeply the meaning of the use of lurik shawls as obligatory attribute for government officials in Klaten Regency, as the implementation of local wisdom. Lurik shawls as attributes of official clothing which must be worn every Wednesday by employees of government agencies in Klaten Regency. So that, the use of lurik shawls become a cultural identity in Klaten Regency. This research was examined using qualitative research methods with descriptive research type, then supported by a phenomenological approach strategy. The selection of informants uses purposive sampling technique. In this study 10 informants were selected, consisting of key informants, secondary informants and supporting informants, then interviewed. Methods of data collection include steps of observation, interviews, and documentation. Techniques of data analysis, as proposed by Glaser and Strauss, consist of data reduction, data categorization, researcher synthesis, data validity, and conclusions and suggestions. Data verification uses triangulation, with source triangulation techniques. The result showed that the use of local wisdom-based lurik shawls must be worn by employees of government agencies, encouraging efforts to strengthen cultural identity strategies in Klaten Regency. In addition, there is the concept of embeddedness between the economy of lurik Micro small and Medium Enterprises (UMKM) and the socio-cultural aspects.
Keywords: Lurik, Cultural Identity, Local wisdom, Government Agency, Embeddedness.
Abstrak
Studi ini bertujuan mengkaji pemaknaan penggunaan selendang lurik yang wajib dikenakan oleh pegawai instansi pemerintahan di Kabupaten Klaten, sebagai implementasi kearifan lokal, yang tertuang dalam Surat Edaran (SE) Sekretaris Daerah (Sekda) Klaten tentang Pemakaian Atribut Pakaian Dinas pada tanggal 21 Oktober 2019. Penggunaan selendang lurik sebagai kearifan lokal merupakan kebijakan baru yang mulai resmi diberlakukan tanggal 6 November 2019. Selendang lurik sebagai atribut pakaian dinas wajib dikenakan pada setiap hari Rabu oleh pegawai instansi pemerintahan di Kabupaten Klaten. Penelitian ini dikaji dengan metode penelitian kualitatif jenis penelitian deskriptif, serta didukung dengan strategi pendekatan fenomenologi. Pemilihan informan menggunakan teknik purposive sampling. Dalam penelitian ini 10 informan terpilih, yang meliputi kategorisasi informan kunci, informan sekunder dan informan pendukung, kemudian keseluruhan informan diwawancarai secara mendalam. Teknik pengumpulan data melalui kegiatan observasi, wawancara mendalam, dan dokumentasi. Teknik analisa data, berdasarkan konsep yang disampaikan oleh Glaser dan Strauss, terdiri dari reduksi data, kategorisasi data, sintesisasi peneliti, keabsahan data, serta kesimpulan dan saran. Verifikasi data menggunakan teknik triangulasi sumber. Temuan menunjukkan penggunaan selendang lurik berbasis kearifan lokal yang wajib dikenakan oleh pegawai instansi pemerintahan, mendorong upaya strategi penguatan identitas kultural di Kabupaten Klaten. Selain itu, adanya konsep ketertambatan antara perekonomian UMKM lurik dengan aspek sosial budaya.
Kata kunci: Selendang lurik, Kearifan Lokal, Identitas Kultural, Strategi penguatan, Ketertambatan.
Full Text:
PDFReferences
Djoemena, Nian S. (2000). Lurik: Garis-Garis Bertuah. Jakarta: Djambatan.
Ensiklopedi Nasional Indonesia jilid 9. 2004. Jakarta: PT. Delta Pamungkas.
Adji, P. S., Wahyuningsih, N. (2018). Kain Lurik: Upaya Pelestarian Kearifan Lokal. Jurnal ATRAT, Vol 6, No 2/05.
Blikololong, J. B. (2012). Evolusi Konsep Embeddedness dalam Sosiologi Ekonomi (Sebuah Review). Universitas Gunadarma Jurnal. Vol 6 No.12.
Creswell, J. W., & Creswell, J. D. (2017). Desain Penelitian : Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Metode Campuran. Publikasi Sage.
Evelina, L. W (2016). Komunikasi Vertikal Berdasarkan Kearifan Lokal: Studi tentang Universitas Kelas Dunia. Jurnal Pertanika Ilmu Sosial dan Humaniora, 24 (S), 59-70.
Mahoney, SL, & Schamber, JF (2004). Menjelajahi Penerapan Model Perkembangan Sensitivitas antar Budaya ke Kurikulum Pendidikan Umum tentang Keanekaragaman. Jurnal Pendidikan Umum, 53 (3), 311-334. https://doi.org /10.1353/jge.2005.0007.
Nurcahyo, R., Della, P., Irawan, D. A., Ronaldy, J. (2018). Bagaimana Budaya Organisasi, Kepemimpinan Transformational, dan Karakteristik Pekerjaan Mempengaruhi Ketertambatan Pegawai di PT XYZ. Jurnal Pertanika Ilmu Sosial dan Humaniora, 26 (T): 1-12.
Özçınar, Z., Farahani, EAK, & Salehi, A. (2013). Model Pengembangan Pendidikan Kewarganegaraan Islam. Procedia Sosial dan Ilmu Perilaku, 89,64- 68. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2013.08.810.
Sauri, Nursyamsiah, & Nurbayan (2018). Kritik terhadap Nilai Kearifan Lokal di Pesantren Indonesia. Jurnal Pertanika Ilmu Sosial dan Humaniora, 26 (T): 37 – 50.
Yin, R. K. (2011). Aplikasi- aplikasi Penelitian Studi Kasus. Sage.
Mangifera, L. (2016). Strategi Pengembangan Industri Lurik sebagai Produk Unggulan Daerah Klaten. Proceeding Seminar Nasional Ekonomi Bisnis & Call For Paper UMSIDA.
Refbacks
- There are currently no refbacks.